peNgetahuaN kesehataN teNtaNg patah tuLang !

Patah Tulang Bagian 1: Pengobatan Alternatif, Dapatkah Dipertanggungjawabkan?

Posted June 22, 2011 by dr. Rudy Dewantara L http://everythingaboutortho.wordpress.com/2008/06/22/kontroversi-pengobatan-alternatif-patah-tulang/

Oleh: dr. Rudy Dewantara

Pengobatan alternatif semakin menjamur di Indonesia. Coba saja lihat surat kabar nasional maupun lokal, pasti banyak pengobatan alternatif yang memasang iklan. Belum lagi di media televisi, banyak pula pengobatan alternatif yang memiliki “show” sendiri.
Salah satu pengobatan alternatif yang menjadi trend adalah pengobatan alternatif untuk patah tulang. Banyak dukun patah tulang yang membuka praktek tanpa kita ketahui kompetensinya. Meskipun memang ada beberapa tempat pengobatan alternatif yang dukun patah tulangnya telah mendapat pelatihan dan memang kompeten untuk menangani patah tulang ringan. Banyak sekali laporan kasus yang menyebutkan kecacatan, rasa nyeri kronik, infeksi bahkan kematian setelah berobat ke pengobatan alternatif. Parahnya media massa nasional dan lokal (televisi, radio, surat kabar) yang seharusnya menjadi bagian dalam edukasi dan informasi masyarakat luas justru turut “berperan” dalam “proses pembodohan massa”. Dokter Rahyussalim, seorang ahli bedah orthopaedi dan staf bagian Orthopaedi dan Traumatologi FKUI-RSCM, dalam blognya (http://rahyussalim.multiply.com) membuat suatu penelitian yang hasilnya cukup mengejutkan. Berikut adalah kutipan dari blog beliau:

330 pasien yang berobat ke polikilinik Ortopedi RS pemerintah di 9 kota di Indonesia antara lain Banda Aceh, Medan, palembang, Jakarta, Karawang, Tangerang, Klaten, Malang, dan Pontianak. Pasien ini saya kumpulkan sejak tahun Juni 2005 sd Juni 2007. Dari seluruh pasien dengan kisaran usia antara 19 tahun sd 55 tahun dan kesemuanya laki-laki dan mendapatkan pelayanan oleh dukun patah dan sejenisnya sebelum datang ke poliklinik ortopedi. Dari semua pasien yang telah dinyatakan sembuh oleh dukun dan penderita ternyata semua penderita masih memiliki keluhan yang sangat bervariasi mulai dari nyeri, jalan pincang, anggota badan bengkok, gerakan sendi yang tidak optimal dan terjadi pemendekan ruas tulang yang signifikan. Apa bila penderita ini datang ke poliklinik orthopedi dan kemudian mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan pelayanan orthopedi yang dicapai oleh orthopedi Indonesia saat ini maka saya optimis mengatakan bahwa 95% gejala sisa ini dapat diatasi dan seharusnya tidak terjadi.Sebanyak 5% gejala sisa dapat saja terjadi karena faktor lain yang tidak dapat diduga sebelumnya.

Salah satu korban dukun patah tulang yang mengalami lumpuh pada tangan kanannya (sumber: rahyussalim.multiply.com)

Melihat fakta ini, mau tidak mau harus ada yang memulai pemberian proses edukasi dan informasi masyarakat mengenai patah tulang, dengan demikian diharapkan masyarakat mendapatkan penanganan terbaik dari ahlinya.

Apakah patah tulang itu?
Definisi patah tulang secara umum adalah terputusnya kontinutas tulang. Gejala yang umum muncul adalah rasa nyeri yang terlokalisir pada bagian yang patah dan nyeri ini akan semakin memberat apabila digerakkan, bengkak di sekitar bagian yang cedera, deformitas atau kelainan bentuk.
Patah tulang pada dewasa dan anak karena masing-masing memiliki karakteristik yang berbeda yang akan berdampak pada penanganan patah tulang. Misalnya, reduksi tertutup patah tulang pada anak tidak perlu dilakukan secara agresif karena proses penyembuhan tulang anak lebih cepat dan lebih baik daripada dewasa. Selain itu, beberapa jenis patah tulang pada anak dapat sembuh/menyambung spontan, hal ini dikarenakan anak masih dalam masa pertumbuhan. Pada orang dewasa, proses penyembuhan tulang tidak sebaik pada anak, lempeng pertumbuhan juga sudah menutup, oleh karena itu penanganan patah tulang pada orang dewasa cenderung lebih agresif.

Diagnosa Patah Tulang

Secara umum, dokter dapat melakukan diagnosa patah tulang melalui tahapan-tahapan berikut:
1. wawancara, untuk mengetahui kemungkinan mekanisme cedera, sehingga dapat diperkirakan seberapa parah cedera yang terjadi
2. pemeriksaan fisik, untuk mendapatkan tanda-tanda obyektif patah tulang melalui tahapan inspeksi (melihat) dan palpasi (meraba)
3. pemeriksaan radiologis, atau foto rontgen. Dengan rontgen dapat diketahui dengan pasti adanya patah tulang

Proses Penyembuhan Patah Tulang
Penyembuhan tulang normal merupakan suatu proses biologis yang luar biasa karena tulang dapat sembuh tanpa “bekas” atau “jaringan parut”. Artinya tulang yang patah akan disambung dengan tulang yang baru. Berbeda dengan ligamen yang proses penyembuhannya akan digantikan dengan jaringan parut. Berikut akan dijelaskan secara singkat proses penyembuhan tulang secara normal (diambil dari Textbook of Disorders and Injuries of the Musculosceletal System karangan Robert Bruce Salter, halaman 427-428) :
1. Fase awal penyembuhan dari jaringan lunak
Pada patah tulang, akan terjadi robekan pembuluh darah kecil di sekitar tempat cedera. Setelah terjadi pendarahan maka tubuh akan merespon dan terbentuklah bekuan darah (clot/hematoma). Hematoma di tempat patah tulang ini merupakan tempat dimana proses penyembuhan patah tulang pertama kali terjadi. Akan terjadi ledakan populasi sel-sel pembentuk tulang baru (osteogenic cells) untuk membentuk callus yang berfungsi sebagai ”lem” untuk menjaga agar tulang yang patah tidak mudah bergerak. Pada fase ini callus yang terbentuk masih lunak dan sebagian besar mengandung cairan.
2. Fase Penyambungan Tulang secara Klinis (Clinical Union)
Callus semakin lama akan semakin mengeras dan sebagian akan digantikan oleh tulang immatur/belum dewasa. Pada saat callus ini telah mengeras sehingga tidak lagi terjadi pergerakan di sekitar tulang yang patah, maka dikatakan telah memasuki fase penyambungan tulang secara klinis (Clinical Union), namun garis patah tulang masih akan terlihat. Saat fase ini pasien tidak merasakan nyeri apabila bagian yang patah digerakkan.
3. Fase Konsolidasi atau Penyambungan secara Radiologis (Radiographic Union)
Saat semua tulang muda (immatur) dalam callus telah tergantikan oleh tulang yang dewasa (matur) maka dikatakan telah memasuki fase Radiographic Union. Garis patah tulang tidak akan terlihat lagi.

Setelah memahami proses penyembuhan tulang secara normal, kita dapat memahami bahwa tulang yang patah, secara alami akan dapat menyambung sendiri tanpa harus dimanipulasi. Hal ini pula yang dijadikan patokan oleh oknum dukun patah tulang yang kurang kompeten. Oknum dukun patah tulang paham bahwa penyambungan tulang merupakan proses alami tubuh, oleh karenanya mereka melakukan manipulasi untuk menyambung tulang dengan hanya berdasar trial and error serta pengalaman tanpa adanya pelatihan khusus.

Saat pasien patah tulang datang untuk berobat, baik ke dokter maupun ke pengobatan alternatif, pasien akan mengharapkan kesembuhan dalam artian:
1. tulang yang patah dapat menyambung
2. bagian tubuh yang cedera dapat digunakan kembali/berfungsi secara normal
3. terhindar dari komplikasi

MASALAHNYA..
Seperti penjelasan di atas, penyambungan tulang patah merupakan proses alami tubuh yang akan terjadi meskipun tanpa manipulasi tertentu. Tetapi, penyambungan tulang (union) yang bagaimana yang diharapkan pasien? Pasien tentu mengharapkan tulang menyambung seperti sedia kala, dengan posisi normal sesuai posisi asli sebelum patah (posisi anatomis), dan hal ini hanya dapat dicapai/dilakukan oleh orang yang telah memiliki kompetensi setelah menjalani proses pembelajaran dan pelatihan dalam waktu yang cukup lama, bukan berdasarkan trial and error.
Manipulasi yang tidak tepat memang pada akhirnya akan menyebabkan tulang yang patah menyambung, namun tidak dalam posisi normal atau posisi anatomis, akibatnya akan terjadi deformitas/kelainan bentuk pada anggota tubuh yang terkena, misalnya tangan jadi terlihat bengkok.
Masalah fungsi normal, jelas bahwa dengan tercapainya posisi anatomis maka diharapkan pasien dapat kembali menggunakan bagian tubuh yang cedera seperti sebelum sakit. Saat ini banyak sekali kasus dimana setelah berobat ke pengobatan alternatif, tulang patah memang menyambung, tapi pasien harus menanggung komplikasi misalnya jalan menjadi pincang, rentang gerakan sendi menurun (misal tangan tidak bisa lurus dengan maksimal), dan tidak jarang kecacatan ini harus ditanggung seumur hidup.
Ada tiga proses penyembuhan patah tulang yang tidak normal akibat tidak ditangani sama sekali atau ditangani oleh orang yang tidak kompeten:
1. Malunion: patah tulang dapat sembuh sesuai waktu yang diperkirakan/normal namun posisinya tidak seperti awal/tidak sesuai posisi anatomis, sehingga menyebabkan kelainan bentuk tulang
2. Delayed union: patah tulang pada akhirnya akan sembuh namun membutuhkan waktu lebih lama daripada waktu penyembuhan normal
3. Pseudoarthrosis: patah tulang gagal sembuh/menyambung dan akan disertai pembentukan jaringan fibrosa atau false joint, artinya bagian yang patah tidak akan berfungsi dengan normal seperti sebelum sakit.

Komplikasi yang lebih buruk dan mengancam jiwa terjadi apabila pasien menderita patah tulang terbuka (ada hubungan antara tulang dengan lingkungan luar). Kasus patah tulang terbuka merupakan kasus gawat darurat yang harus ditangani secepatnya di meja operasi karena adanya resiko infeksi yang sangat besar. Infeksi ini apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan kematian. Jelas bahwa untuk kasus patah tulang terbuka, pengobatan alternatif tidak memiliki kompetensi.

Lagi.. korban patah tulang terbuka yang “dibujuk” oleh calo dukun patah tulang untuk tidak berobat ke dokter (sumber: rahyussalim.multiply.com)

Dengan artikel singkat ini, saya berharap muncul kesadaran baik dari kalangan medis maupun non medis untuk turut serta dalam usaha edukasi dan memberikan informasi yang benar dan tidak merugikan pasien. Keselamatan pasien merupakan hal yang utama disini, sesuai dengan prinsip utama yang harus dipegang oleh semua kalangan medis, yaitu ”PRIMUM NON NOCERE, DO NO HARM”.

Penulis:
dr. Rudy Dewantara
Peminat Orthopaedi – Sports Medicine
Terima kasih untuk dr. Rahyussalim SpOT atas bantuannya – rahyussalim.multiply.com –

 

Patah Tulang Bagian 2: Peran Orthopaedia

 

Posted June 26, 2008 by dr. Rudy Dewantara L in Social. Leave a Comment

 

Seperti yang telah saya tulis pada bagian pertama, sebagian besar pengobatan alternatif patah tulang mendasarkan cara pengobatannya pada pengalaman, trial and error, ditambah dengan sedikit pengetahuan akan proses penyembuhan tulang yang memang secara alami memiliki kemampuan untuk menyambung/sembuh. Memang ada beberapa dukun patah tulang/pengobatan alternatif yang mendapatkan pelatihan khusus untuk menangani patah tulang yang ringan, namun jumlahnya sangat sedikit. Sangat disayangkan masih sedikit dukun patah tulang yang mendaftarkan praktiknya ke dinas kesehatan setempat, padahal hal ini sudah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomer 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang penyelenggaraan pengobatan tradisional. Seharusnya dengan kewajiban untuk mendaftar tersebut, dinas kesehatan dapat turut serta melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap dukun patah tulang sehingga mereka dapat melakukan praktik dengan baik, melalui suatu pelatihan yang memadai bukan berdasar trial and error.

 

 

Disinilah sebenarnya perbedaan mendasar pengobatan patah tulang antara ilmu kedokteran, dalam hal ini Orthopaedy, dan pengobatan alternatif yang hanya berdasarkan pengalaman (trial and error). Sesuai dengan definisi orthopaedy menurut Textbook of Disorders and Injuries of the Musculosceletal System tulisan Robert Bruce Salter, yaitu: the art and science about prevention, investigation and treatment of musculosceletal injury and disorder by physical, medical, and surgical means atau seni dan ilmu mengenai pencegahan, investigasi, dan terapi cedera musculosceletal melalui terapi fisik, medis/obat-obatan dan bedah. Perhatikan kata-kata art and science atau seni dan ilmu , kata-kata tersebut memiliki makna yang sangat mendalam.

Orthopaedi sebagai suatu ilmu kedokteran tidak hanya menghadapi suatu masalah atau kasus dengan cara ilmiah namun dengan seni. Setiap pasien dipandang sebagai suatu kesatuan yang holistik tidak terpisah pisah. Misalnya ada pasien anak berusia 10 tahun datang ke UGD setelah jatuh terpeleset di kamar mandi. Dari pemeriksaan fisik dan radiologis ternyata ditemukan bahwa anak tersebut menderita patah tulang pada bagian pangkal/”leher” tulang paha (collum femoris). Seorang orthopaedic surgeon/dokter bedah tulang, dengan bekal science atau ilmu pengetahuan yang dimilikinya tidak hanya fokus pada patah tulang tersebut, tapi akan juga akan mempertanyakan apakah si anak tersebut tidak memiliki kelainan/penyakit lain yang mendasari patah tulang tersebut, karena patah di collum femoris pada anak kecil sangat jarang karena masih kuatnya bagian tulang tesebut, Penyakit lain yang mungkin mendasari patah tulang tersebut antara lain TBC/tuberculosis tulang atau bisa juga suatu kelainan bawaan osteogenesis imperfecta. Seandainya ternyata kemudian didiagnosa suatu TBC tulang, maka dokter orthopedi akan berkonsultasi dengan dokter spesialis paru untuk turut memberikan edukasi, informasi bukan hanya kepada pasien namun juga orang tua dan keluarga lain yang tinggal serumah dengan pasien tersebut, untuk mengetahui apakah ada yang menderita TBC juga dan lebih jauh lagi, jika diperlukan semua anggota keluarga yang memiliki riwayat kontak dengan pasien dianjurkan meminum obat TBC. Ini adalah bentuk art atau seni orthopaedy dalam berhadapan dengan pasien, bukan hanya kesembuhan pasien yang diutamakan, namun juga pendekatan sosial terhadap keluarga pasien dalam upaya memberikan informasi dan edukasi secara lebih menyeluruh.

Back to topic.. Seorang orthopaedic surgeon akan selalu memiliki tujuan khusus dalam menangani kasus patah tulang, bukan hanya sekedar “memperbaiki” tulang yang patah, yaitu:

1. meredakan rasa nyeri

2. mengusahakan dan mempertahankan posisi fragmen/pecahan patah tulang seoptimal mungkin

3. mengusahakan tercapainya bony union (penyambungan tulang)

4. mengembalikan fungsi secara optimum

 

Dari keempat tujuan diatas, yang paling penting adalah nomer 4. Mengapa? Karena apalah artinya menyambung tulang yang patah jikalau fungsi normalnya tidak kembali. Hal inilah yang kurang diperhatikan oleh pengobatan tradisional pada umumnya. Orientasi mereka dalam menangani kasus patah tulang hanya mengusakan bony union tanpa preservation and restoration of function. Hal ini dapat dilihat pada tulisan/penelitian sejawat dr. Rahyussalim SpOT, banyak pasien yang datang berobat ke pengobatan alternatif dan setelah beberapa saat justru fungsi tulang yang patah tidak kembali normal. Ada yang jalannya pincang, rentang sendi tidak maksimal, nyeri kronik, dan sebagainya.

Jadi jelas bahwa orthopaedy dan pengobatan alternatif (terutama yang tidak menjalani pelatihan khusus) memiliki “level” yang berbeda. Orthopaedy sebagai suatu art and science memiliki peran besar dalam memberikan “kesembuhan” pada pasien, bukan hanya dalam arti “menyambung tulang” namun juga melalui pendekatan secara holistik, terutama dengan mengupayakan restoration of optimal function.

 

Salam,

dr. Rudy Dewantara L

Peminat Orthopaedy – Sports Medicine

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar